Prasasti Saruaso 1 Ungkap Karakteristik Upacara Bhairawa Adityawarman di Malayapura

Lansaninews.comTanah Datar
Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah III Sumatra Barat mengkonfirmasi bahwa Prasasti Saruaso 1 di Nagari Saruaso, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, masih terawat dalam kondisi aslinya. Peninggalan bersejarah dari Raja Adityawarman ini tidak hanya utuh, tetapi juga menyimpan narasi penting tentang pembangunan rumah peribadatan dan praktik keagamaan Bhairawa yang dianutnya.

​Kepala Balai Pelestarian kebudayaan Wilayah III Nurmatias, Kamis (16/10/2025), menjelaskan bahwa prasasti yang dipahat pada batu pasir kuarsa coklat keputihan ini telah dilindungi dengan kubus pelindung berukuran tinggi 75 cm, panjang 133 cm, dan lebar 110 cm.

Angka Tahun Unik dan Misteri Candra Sengkala

​Prasasti yang menggunakan huruf Jawa kuno dan bahasa Sansekerta ini berasal dari abad ke-14 Masehi, dengan angka tahun 1297 Saka atau 1375 Masehi. Angka tahun tersebut terwujud dalam bentuk candra sengkala yang berbunyi bhu kamne nawa darsane.

​Menariknya, Nurmatias menyoroti keunikan pembacaan candra sengkala ini. Meskipun umumnya dibaca dari belakang, pada prasasti ini justru harus dibaca dari depan untuk menghasilkan angka tahun 1297 Saka. "Penyelewengan pembacaan di atas mungkin mempunyai maksud dan tujuan tertentu yang saat ini belum dapat terungkapkan," ujar Nurmatias, meninggalkan misteri yang perlu dikaji lebih lanjut oleh para sejarawan.

Maklumat Pentasbihan dan Karakteristik Upacara Bhairawa

​Inti dari Prasasti Saruaso 1 adalah maklumat tentang upacara keagamaan yang menandai pentasbihan Raja Adityawarman sebagai wisesa dharani (salah satu perwujudan Buddha di suatu kuburan) di tempat yang dinamakan Surawasan (kini Saruaso).

​Raja Adityawarman, putra Dara Jingga yang berkuasa di Kerajaan Malayapura (Pagaruyung) sekitar 1347–1375 M, diketahui menganut Buddha Mahayana sekte Bhairawa.

​Karakteristik upacara sekte Bhairawa, yang dikenal sakral dan mengerikan, dapat dilihat dari Arca Bhairawa yang ditemukan di situs Padang Roco, Dharmasraya, dan kini tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Arca tersebut menunjukkan simbol-simbol ritual, seperti pisau di tangan kanan untuk penyembelihan korban dan mangkuk di tangan kiri untuk menampung darah, serta berdiri di atas tumpukan tengkorak.

​"Dalam upacara tersebut Raja Adityawarman duduk di atas singgasana dari tumpukan seribu bunga yang diibaratkan sebagai singgasana istana," pungkas Nurmatias.

​Kelestarian Prasasti Saruaso 1 menjadi jendela penting untuk memahami secara mendalam sosok Raja Adityawarman, corak Kerajaan Malayapura, dan perpaduan praktik keagamaan Tantrayana di Nusantara pada abad ke-14. (Juned) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama