Status Dan Fungsi Tanah Ulayat Tidak Perlu Dirubah


LANSANINEWS.COM Tanah Datar 
-Inti dari yang disampaikan staf khusus kementerian ATR/BPN bidang Reforma di Aula Kantor Bupati Tanah Datar itu pada pokok nya sama dengan isi Perda Sumatera Barat No.7/2023 tentang tanah ulayat.

Perda itu diantara intinya pengadministrasian dan pendaftaran tanah Ulayat. Hal itu yang pada waktunya akan menghilangkan Hak anak cucu orang Minangkabau atas tanah Ulayat. Perda yang diundangkan oleh Sekda dan dibubuhi tandatangan oleh Han sastri itu memang terbatas beredarnya.

Begitu dikatakan Sutan Syahril Amga Dt. Rajo lndo, S.H, M.H selaku pengamat hukum adat Minang kabau dalam menjawab pertanyaan Lansaninews.com, Senin (19/05/2025) di Batusangkar kota budaya.

Menurut Dt. Rajo lndo, yang disosialisasikan oleh staf khusus bidang Reforma pada kantor kementerian ATR/BPN  Rezka Oktaberia itu adalah pengadministrasian dan Pendaftar tanah Ulayat Minangkabau. 

Bahwa pengadministrasian itu juga tertera pada pasal 16 dari Perda Sumbar tersebut ayat (1) menyebutkan, "Pengadministrasi an tanah Ulayat dilakukan.........."     

"Tentang pengadministrasian itu tidak apa-apa. Pengadministrasian itu hanya menjelaskan data fisik berupa letak, batas-batas tanah itu menurut adat dan fakta lapangan dan bentuk pemanfaatannya. Itu akan berguna bagi masyarakat hukum adat pada waktunya, " ujarnya. 
 
Namun pada Pasal 18 Perda itu berbunyi pada data yuridis. Dalam data yuridis itu dikatakan, 1.identitas pemilik. Bahwa menurut hukum adat Minangkabau atas tanah Ulayat tidak ditemukan agak satu kalimatpun tentang siapa pemilik tanah Ulayat itu.
    
Menurut koordinator pusat kajian informasi strategis (Pakis) itu, tanah Ulayat itu adalah harta Tuo atau Pusako Tinggi yang dititipkan arsitektur hukum adat Minangkabau. Titipan itu untuk anak cucu semua orang Minangkabau diberi Hak atas tanah Ulayat itu. Sedangkan tanah Ulayat Kaum saja statusnya sudah Pusako Tinggi. 
    
"Begitu juga atas 3 jenis tanah Ulayat  lainnya adalah juga sebagai pusako Tinggi bagi orang yang ber-hak. Berhak itu dalam arti bukan sebagai pemilik, " jelasnya. 

Pusako Tinggi itu menurut hukum adat Minangkabau tidak boleh dipindah tangankan. Dalam hukum adat Minangkabau di tegaskan, tanah Ulayat itu "Jua indak dima kan bali/beli, gadai indak dimakan sando. Artinya, tanah Ulayat itu tidak boleh dipin dah tangankan kepada pihak lain.

Justru status tanah Ulayat itu sudah jelas sebagai harta "Tuo". Fungsi tanah Ula yat itu sudah pasti sebagai tanah cadang an bagi anak cucuk orang Minangkabau. Sebab Allah hanya satu kali saja membuat tanah sedangkan yang membutuhkan tanah itu lahir setiap bulan.

Menurut putra Ampalu Gurun itu, arsitektur hukum adat Minangkabau dengan tegas jauh-jauh hari telah menetapkan, bahwa pusako Tinggi adalah Hak anak cucu orang Minangkabau secara turun temurun. Oleh karena itu jangan dirobah-robah status dan fungsi tanah Ulayat. Jika status dan fungsinya dirobah akan hilanglah Hak anak cucu orang Minangkabau.

"Jika Hak menguasai saja dirobah menjadi Hak Milik (HM) akan berobahlah status tanah Ulayat itu. Apalagi bila sudah diterbitkan sertifikat atas tanah ulayat itu menjadi Hak Milik seseorang atau bagi sekelompok orang. Maka fungsinya juga akan berobah dari yang telah ditetapkan oleh Niniak moyang orang Minangkabau.

Merobah itu dapat dikatakan "Tidak menghargai jasa-jasa pendahulu kita. Sudah jelas bahwa tanah Ulayat itu adalah harta Tuo. Harta orang tuo itu ditinggalkannya untuk generasi pelanjut secara turun temurun.

 Menurut pemerhati hukum adat Minang kabau itu, jika dinyatakan pemilik atas tanah Ulayat itu. Apalagi dengan pembukti annya dalam bentuk sertifikat atas tanah tersebut. Maka secara hukum orang yang tercantum namanya sebagai pemilik dalam sertifikat tersebut bisa saja memindah tangankan tanah itu.

"Bila tanah Ulayat sudah berpindah tangan kepada pihak lain, maka hilanglah ciri khas atas Hak anak cucu kita dikemudian hari. Oleh karena itu Perda Sumbar No.7 tahun 2023 tentang tanah Ulayat itu terkesan akan menghilangkan Hak anak cucu orang Minangkabau, sebaiknya disempurnakan hingga tidak menghilangkan Hak anak cucu orang Minangkabau untuk se lanjutnya. Karena pada terhadap tanah Ulayat itu yang ada hanya Hak menguasai, Hak menerima hasilnya dan memelihara dan Hak mewariskan kepada generasi pe lanjutnya dan tidak ada hak untuk memilikinya, " ungkapnya. 

Tanah Ulayat itu sudah ditetapkan oleh arsitektur hukum adat Minangkabau hanya untuk dipelihara, dijaga, dimanfaatkan dan diwariskan kepada penerima tongkat estafet.  Karena hanya tanah Ulayat yang dapat disediakan bagi generasi pelanjut hukum adat Minangkabau. Dasarnya karena Allah hanya satu kali saja membuat tanah untuk manusia, ungkap dosen hukum adat Minangkabau itu.

Disamping itu, kata putra Ampalu Gurun tersebut, yang membutuhkan tanah Ulayat itu bertambah jumlahnya tiap tahun. Maka oleh sebab itu hal ini menjadi sala satu pedoman untuk berbuat dan bertingkah laku. Sebab apapun yang kita lakukan dewasa ini akan menjadi amal baik atau akan tercatat suatu perbuatan buruk, ditunggu waktunya akan datang.

Menurut laki-laki yang hoby bertopi Moris itu, hak menguasai itu sifatnya sementara. Dalam arti, yang menguasai tanah Ulayat itu tidak bisa memindah tangankan tanah itu. Namun yang mengantongi bukti  kepemilikan punya hak mutlak untuk memperjual belikan tanah yang berasal dari tanah Ulayat itu.

"Justru itu jika tanah Ulayat sudah ada pemiliknya yang diawali dengan pendaftaran. Atas pendaftaran itu diterbitkan Sertifikatnya yang di dalam sertifikat itu tercantum nama pemiliknya. Bahwa itu lah anak jenjang atau anak tangga untuk menghilangkan Hak anak cucuk orang Minangkabau yang lahir setelah sertifikat itu terbit, "pungkas St Syahril Amga. (**/M) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama