HATI NURANI 'ANAS'

Bagi saya Anas adalah simbol kepiawaian berpolitik orang muda. Lepas dari soal pelanggaran hukum yang dilakukannya, ia termasuk tokoh muda yang sangat briliyan. Kita bisa melihat itu dari karir politiknya yang melejit kencang. Yang melekat sebagai penanda pula adalah tradisi lisannya yang berbobot dan penuh makna, retorikanya jago.

Begitu mundur dari partai yang sempat dipimpinnya, seorang yang sangat historikultural ini mewadahi perhimpunan pergerakan Indonesia. Dari caranya memilih kata perhimpunan dan pergerakan saja, bagi saya jelas ada makna historis yang ingin dibangunnya. Tak lama berselang, ia harus "dimasyarakatkan" karena diputuskan bersalah oleh pengadilan.

Penggemar sepak bola nan sangat santun ini dari balik jeruji saja kembali mampu membuat geger. Betapa tidak, di penghujung 2016, saat masa depan partai yang sempat dipimpinnya sedang dipertaruhkan pada pilkada sebuah daerah khusus, ia menyatakan membantu Partai lain, HANURA.

Kunjungan OSO kepadanya di SukaMiskin sepertinya akan berbuntut panjang dalam hal pelemahan Demokrat dan penguatan HANURA. Yanh artinya, tentulah saya boleh mengartikannya sebagai bahwa di mata Anas, mental bernegara jauh lebih penting untuk terlebih dahulu dikerjakan barulah proses demokratisasi. Asli, sebuah penarikan garis makna dari saya yang tanpa analisa politis namun lebih berorientasi pada feeling ketokohan seorang Anas saja. Lalu menjadi garis makna juga bagi saya, bahwa revolusi mental belum cukup baginya sehingga ia lebih memilih yang paling mendasar, nurani.

Seperti apa dampak politis keberpihakan nurani seorang Anas dalam kontestasi politik menjelang 2014? Beberapa kader demokrat di gerbong Anas sudah mulai bergeser ke Hanura yang sepertinya dikomandoi oleh Pasek Suardika. Ya, dua sahabat ibarat CPU dan Monitor. Ibarat konsep dan teknis. Sehingga dari balik jeruji pun seorang Anas mampu memberi warna...

Saya yakin ia telah mengkalkulasi seberapa lama lagi akan keluar dari SukaMiskin sekalipun terlihat seolah berharap PK. Bahkan sebelumnya ia sudah mengetahuinya sebelum masuk BUI.

Gegara nila setitik, rusak susu sebelanga. Demikian pepatah mengatakan. Lalu cukupkah setitik nila untuk menghancurkan Anas? Sepertinya tidak. Kita bisa lihat bagaimana Hati nurani Anas dalam proses demokratisasi politik ke depan... lebih jago dia dari SBY cuk.
By_Bernando Sinaga

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama