NGANGGUNG SEPINTU SEDULANG


Jika musim panen padi serentak telah selesai dilaksanakan, akan tiba suatu hari dimana seluruh kampung kecil  itu akan dipenuhi asap berbau ayam panggang. Ada apa..ada apa..ada apaaa????
Ya ada yang bakar ayam lah. Kok sampe seluruh kampung berasap? Ya karena setiap rumah disana melakukannya. Berbarengan? Iya berbarengan tapi di rumah masing-masing. Wow, kebayang kan, bau ayam panggang dimana-mana. Ni Upin Ipin bisa melayang-layang nih mengikuti bau sedapnye ayam panggang. Satu rumah bisa memasak ayam panggang sampai lebih dari 100kg ayam. Wah..acara besar nih.

Ya, ini acara tahunan di salah satu desa di Bangka Island. Merupakan salah satu bentuk rangkaian pesta adat yang bertepatan dengan panen padi. Budaya ini sebagai ungkapan wujud syukur dan permohonan kepada Tuhan sang pencipta alam semesta atas berlimpahnya panen padi yang didapat saat itu dan dimasa yang akan datang.

Selain memasak ayam bakar mereka juga menanak ketan sebagai pendamping makanan ayamnya. Walau menu yang disajikan masih ada yang lainnya tapi menu utama yang wajib ada dan menjadi ciri khas ya itu tadi, nasi ketan dan ayam bakar.

Pada hari yang telah ditentukan para lelaki mewakili keluarga akan pergi ke balai adat membawa dulang berisi makanan. Nganggung namanya. Nganggung adalah suatu tradisi turun temurun yang hanya bisa dijumpai di Bangka. Karena tradisi nganggung merupakan identitas Bangka, sesuai dengan slogan Sepintu Sedulang, yang mencerminkan sifat kegotong royongan, berat sama dipikul ringan sama dijinjing.

Dalam acara ini, setiap kepala keluarga membawa dulang yaitu sejenis nampan bulat sebesar tampah yang terbuat dari alumunium dan ada juga yang terbuat dari kuningan. Untuk yang terakhir ini sekarang sudah agak langka, hanya sebagian masyarakat Bangka saja yang masih mempunyai dulang kuningan ini.

Didalam dulang ini tertata aneka jenis makanan sesuai dengan kesepakatan apa yang harus dibawa. Kalau nganggung kue, yang dibawa kue, nganggung nasi, isi dulangnya nasi dan lauk pauk, begitu juga kalau nganggung ketupat biasanya pada saat lebaran.

Setelah para lelaki berdoa dan makan bersama di balai dan mereka kembali ke rumah maka itu pertanda setiap rumah sudah siap menerima tamu. Dan saling kunjung mengunjungi dimulai.
Tamu-tamu ini bisa kerabat atau tetangga sekitar tapi juga bisa jadi teman-teman sanak keluarga dan handai taulan dari mana saja berada yang memang sudah diberitahukan jauh-jauh hari sebelumnya.

Mereka bilang sih ini sedekah kampung. Tapi ramainya bisa melebihi perayaan hari besar lainnya. Kampung kecil yang terletak jauh dari kota itu mendadak ramai dan meriah. Kunjungan demi kunjungan nyaris tanpa henti disetiap rumah. Inti dari adat kebiasaan ini selain mensyukuri hasil panen adalah juga merawat tali silaturahmi. Mendekatkan yang jauh dan menghangatkan yang dekat.

Biasanya kalau masih terhitung dekat hubungan kekeluargaannya dengan pemilik rumah yang dikunjungi kita sering diberi oleh-oleh seperti beras yang  baru di panen atau makanan seperti  ayam bakar dan ketannya. Nah, jangan pulang malam hari ya. Karena ada kepercayaan disana kalau pantangan membawa ketan malam hari karena akan diikuti mahluk astral. Kalaupun terpaksa pulang malam maka sisipi makanannya dengan bawang merah sebagai penangkal. Tapi mengingat untuk sampai ke kota harus melewati hutan, perkebunan dan tempat gelap yang sepi penduduk rasanya mending jangan pulang malam deh. Belum lagi kalau kehabisan bahan bakar 
kendaraan..haduuh...ampun deh.
Oya, untuk mengikuti sedekah kampung ini kita tidak harus punya undangan resmi atau hubungan keluarga dengan orang di kampung itu. Karena mereka juga sangat terbuka menerima orang baru. Lewat saja di depan rumah mereka dengan ramahnya mereka akan meminta kita singgah sejenak ke rumahnya. Dan mereka sangat senang jika kita berkenan singgah. Mereka menganggap kedatangan tamu itu adalah berkah. Eh uniknya tuh disitu juga. Jaman sekarang apalagi di kota, yang model gitu sudah langka.
#amimustafa

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama