Saya ingin berbagi kisah bagaimana akhirnya saya menjadi
seorang penulis yang gagal. Lho berbagi kok kisah gagal sih? Iya..kalau
kisah sukses itu sudah banyak ditulis orang makanya kali ini saya ingin
tulis tentang kegagalan. Buat apa? Pasti dong ada manfaatnya. Dengan
membaca bagaimana akhirnya saya gagal maka kalian akan belajar bagaimana
menjadi berhasil. Bukankah ada kata-kata bijak bahwa kesuksesan diraih
dengan belajar dari kegagalan. Tidak banyak orang berhasil hanya dengan
sekali mencoba. Justru dengan pernah gagal dan gagal lagi seseorang bisa
meraih keberhasilan. Seperti Thomas Alfa Edison yang akhirnya bisa
menciptakan bola lampu setelah lebih dari seribu ribu kali mencoba.
Menjadi penulis adalah cita-cita saya sejak kecil. Dulu
waktu SD saya paling suka belajar mengarang. Setiap kali pak guru
menyuruh membuat satu dua paragrap karangan bebas mulailah kepala saya
dipenuhi ratusan kata yang akhirnya sama sekali tidak bisa saya tuangkan
ke dalam bentuk tulisan. Entah mungkin saking semangatnya saya akhirnya
tidak bisa merangkaikan kata-kata yang berdesakan di kepala tak sabar
menunggu saya menyusunnya. Akhirnya setiap kali saya membuat karangan
pasti deh saya akan memulainya dengan kata 'pada suatu hari' sama
seperti setiap kali pelajaran menggambar saya pasti akan menggambar
sebentuk gunung dengan hamparan sawah yang dibelah jalanan dan gambar
matahari yang bersinar. Nggak kreatif ya saya. Padahal kalau waktu itu
saya menuruti nasihat pak guru untuk membuat kerangka karangan mungkin
hasilnya akan lebih baik. Dan memulai sebuah tulisan dengan menggali
dari kata tanya : apa, siapa, dimana, mengapa, kapan dan bagaimana.
Tidak melulu memulainya dengan kata 'pada suatu hari'.
Poto Admin Bos SEdang Prustasi |
Saya ingat waktu itu beranjak SMP pernah mengirimkan
cerita pendek ke majalah Bobo. PeDe ya saya..hehe. Karena setiap saya
lihat dan baca cerpen-cerpen di majalah itu saya selalu berpikir pasti
saya bisa membuatnya dan malah bisa lebih baik. Berkali-kali saya buat
cerpen dan saya kirim ke Bobo dan berkali pula saya ditolak bahkan
kadang tidak direspon sama sekali. Padahal jaman itu bikin cerpen untuk
dikirim ke majalah itu susah lho. Maklum mesin ketik juga jarang ada.
Kalau pun ada mengetiknya masih seperti ayam makan jagung. Kalau salah
ketik kertas satu lembar mesti masuk keranjang sampah dan mulai lagi
mengetik dari awal. Sudah gitu mengirimnya mesti pakai perangko yang
banyaaak tanpa minta uang tambahan dari orang tua..ya tersunatlah uang
jajan saya yang sudah minim itu. Jadi setelah ditolak berkali-kali saya
putuskan untuk berhenti mengirim naskah ke majalah dan banting setir
jadi penulis majalah dinding sekolah. Wow..pasti dimuat lah. Banyak yang
suka malah. Terhiburlah sedikit hati saya.
Ketika masuk SMA saya tetap jadi penulis majalah dinding.
Bacaan sudah bukan Bobo lagi tapi sudah naik kelas jadi majalah remaja
Hai dan Aneka. Suatu ketika teman-teman mengira saya memuat tulisan di
majalah Aneka. Karena ceritanya mirip dengan kisah yang terjadi di
sekolah. Saya ngotot itu bukan saya tapi dalam dada ini tiba-tiba
terselip semangat untuk mengirim naskah cerita ke Aneka. Jadi lain kali
saya bisa mengakui ke teman-teman bahwa benar saya penulis di majalah
remaja.
Kembali saya membuat naskah cerpen yang kisahnya saya ambil
dari kejadian sekeliling di antara teman-teman. Biasa lah temanya
tentang kisah percintaan remaja. Saya ketik pakai mesin ketik diruangan
TU sembari saya menjalankan tugas sebagai redaktur majalah dinding. Lalu
saya kirim ke redaksi majalah Aneka. Setelah beberapa waktu menunggu
dapat juga balasan dari Aneka. Wuih.. bangga sekali begitu dapat amplop
tebal dengan alamat redaksi majalah ibukota. Yuppp..ternyata isinya
naskah cerita saya yang ditolak dengan sepatah dua patah kata penolakan
yang manis dari redaksi. Dua tiga kali begitu terus akhirnya saya
kembali ke majalah dinding. Dan harus merasa cukup puas punya penggemar
diseputaran sekolah saja.
Setelah selesai sekolah dan tidak melanjutkan kuliah
akhirnya kegiatan menulis saya nyaris terhenti. Sesekali saya menulis
syair atau puisi untuk konsumsi pribadi dan kali ini medianya cukup buku
diary. Sampai ketika jaman internet tiba saya mulai berkenalan dengan
dunia blog. Saya buat blog sendiri dan menumpahkan ambisi menulis saya
disitu. Enak..pasti dimuat. Terserah ada yang baca atau tidak dan tidak
ada beban mental dikejar deadline. Lagi-lagi saya gagal mengembangkan
blog saya agar bisa menjadi blog yang punya penghasilan. Itu karena
tidak konsistennya saya dan kurang motivasi. Akhirnya saya bosan dan
blog saya pun terlantar. Monggo kalau ada yang mau beli..hihii..
Seringkali saya membaca tulisan-tulisan atau berita-berita
di koran dan berpikir wah ini kurang jelas beritanya, wah ini gak sesuai
judul, wah ini gak ada muatan info, wah ini begini ini begitu. Pinter
je kalau menilai tulisan orang lain. Tapi saya selalu jujur atas
penilaian saya. Banyak juga tulisan yang saya kagumi. Kok bisa ya itu
penulisnya kepikiran menulis begini. Wah bahasanya enak dan memancing
keingintahuan dan tidak mau berhenti membaca sebelum tamat. Ternyata
saya ini lebih pintar menilai daripada melakoni. Kebanyakan kita seperti
itu tidak sih? Lebih pintar menganalisis daripada menulis, lebih pintar
mencela daripada berkarya dan kebanyakan bertanya daripada membaca.
Kalau saya sih iya begitu. Kalau kalian mungkin tidak ya. Semoga jangan
begitu deh.
Kalau membaca tulisan yang kurang bagus saya termotivasi
untuk menulis tapi saat membaca tulisan yang bagus mental saya jadi drop
dan kehilangan keyakinan untuk bisa sebagus itu. Seringkali saya mundur
untuk ikut kompetisi menulis gara-gara hal ini. Kalah sebelum berperang
judulnya..hiks...
Akhirnya hingga saat ini saya tidak bisa memenuhi cita-cita
masa kecil saya menjadi penulis sukses. Karena kurang fokus, mudah
menyerah, dan tidak konsisten. Mudah-mudahan kisah kegagalan saya ini
bisa diambil hikmahnya dan mari menulis dan jadilah penulis yang baik
minimal untuk diri sendiri. Menyitir sedikit kata Pramoedya Ananta Toer :
“Menulislah, apa pun, jangan pernah takut tulisanmu tidak dibaca orang,
yang penting tulis, tulis, dan tulis, suatu saat pasti berguna.” dan "
Karena kau menulis, suaramu tak kan padam ditelan angin, akan abadi,
sampai jauh, jauh dikemudian hari… Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama dia tak menulis, Ia akan hilang dalam masyarakat dan dari
sejarah.”
Baca juga : Tergoda Pesona Sumirah
Baca juga : Tergoda Pesona Sumirah
Tags:
Cerpen
Menurut saya bukan gagal kang admin, cuma belum beruntung saja harus di coba lagi kang admin jangan nyeri gitu dong, harus di coba lagi, semangat kang admin semangat :D
BalasHapusiya kang tetap semangat.... tentunya tetap dengan suport akang-akang semua ya kang.
BalasHapusHati hati kang bos jangan digaruk garuk layarnya, ahi hi hi.
BalasHapusHmmm kalau menurut saya sih perlunya motivasi kang bos untuk menjadi penulis karena percuma menulis kalau tidak ada yang mendorong dan memberikan semangat dari belakang untuk menulis kan hasilnya juga berbeda kalau tidak ada dorongan.
Ha jha ha ha Iyang sudah sangat prustasi..... ini mau pinjam exsavator buat garuk monitor nya kang.
Hapusgagal kang? enggk dong.
BalasHapusbuktinya ini tulisan di blog tulisan kang admin semua. malah banyak dibaca orng.
termasuk saya loh membaca juga. hehe
btw, saya juga ngerasa gagal sih kalo mau nulis. susah konsen dan ngerangkai kalimat :D