Model Pengembangan Program Peningkatan Pendidikan Agama Islam oleh Baznas Di Kabupaten Tanah Datar


Penulis : Yasmansyah, S.Ag, M.Pd
Ketua BAZNAS Tanah Datar
Mahasiswa S3 IAIN Bukittinggi


LANSANINEWS.COMM Tanah Datar   -Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Potensi dana umat Islam yang terkumpul dari zakat, infak dan shadaqah merupakan solusi alternative yang dapat di dayagunakan untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial di Indonesia. artikel ini membahas tentang bagaimana Model Pengembangan Program dalaman yang digunakan dalam artikel ini adalah kualitatif dengan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu metode masalah yang memandu.

Peneliti untuk mengekplorasi dan atau memotret situasi yang akan diteliti secara menyeluru, luas dan mendalam, Selain itu penelitian juga merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang sumber data yang didapatkan melalui literasi berupa buku-buku, jurnal artikel dan tulisan lainnya yang menyangkut tentang lembaga dan pokok bahasan dalam penulisan ini.

 Dari hasil penelitian maka dapat di simpulkan bahwa BAZNAS Tanah Datar sebagai lembaga yang berwenang mengelola dana zakat telah mendistribusikan dana zakat pada salah satu program yang disebut program Pendidikan yang diberikan dalam dua tahap dengan jumlah total keseluruhan 5785 orang baik ditingkat SD, SMP sampai ke tingkat Perguruan Tinggi. Serta dalam pendistribusian bantuan pendidikan dilakukan pendampingan oleh wali murid guru dan pihak sekolah yang mengkoordinir bantuan yang akan diberikan agar dapat dikelola dengan sebaik-baiknya oleh pihak sekolah, dengan itu sasaran dan tujuan zakat tersebut bisa tercapai.


A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Potensi dana umat Islam yang terkumpul dari zakat, infak dan shadaqah merupakan solusi alternative yang dapat di dayagunakan bagi upaya penanggulangan masalah kemiskinan di Indonesia yang tidak terpecahkan dan teratasi hanya dengan dana APBN yang berasal dari penerimaan pajak maupun hutang luar negeri. Dalam pengamalan ajaran Islam zakat memiliki perna penting sebagai elemen penunjang dakwah dan pembangunan umat. Tujuan dan hikmah zakat sebagai pranata keagamaan memiliki kaitan secara fungsional dengan upaya pemecahan masalah kemiskinan dan kepinacangan sosial.


Zakat yang dikelola dengan sistem dan manajemen yang amanah, professional dan integrated dengan bimbingan dan pengawasan yang efektif dari pemerintah diharapkan dapat memacu gerak ekonomi di dalam masyarakat dan menyehatkan tatanan sosial sehingga makin berkurangnya kesenjangan antara kelompok masyarakat yang tidak mampu. Oleh karena itu semangat yang ingin ditanamkan oleh Islam kepada seluruh umat manusia melalui ajaran tentang zakat yaitu semangat untuk berusaha dan memperbaiki kehidupan menuju taraf yang lebih baik atau dapat disimplifikasikan dalam kalimat mengubah mustahik menjadi muzakki melalui multi manfaat zakat. 

Untuk itu pendayagunaan zakat diarahkan sebagai instrument untuk membangun taraf kehidupan umat, di antaranya melalui program pendayagunaan untuk kebutuhan dasar, pembiyaan pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan dan pemberdayaan ekonomi yang manfaatnya tidak habis seketika di tangan mustahik.
Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanah konstitusi yang harus diwujudkan oleh negara, realisasi itu dilakukan melalui Pendidikan. Pendidikan  merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia. Pendidikan bukan hanya sekedar transfer ilmu tetapi juga transfer nilai dengan adanya transfer ilmu dan nilai-nilai yang baik memungkinkan manusia menjadi pribadi yang tidak hanya sekedar memiliki kecerdasan pikiran, tetapi juga memiliki kecerdasan akhlak. Allah SWT menegaskan tentang perlunya kolaborasi antara ilmu dan iman untuk mencapai derajat yang lebih tinggi. 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya : hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dan apabila dikatakan: “berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.s Al-Mujadillah:11).

Dari ayat diatas maka dapat dipahami bahwa diantara kecerdasan intelektual dan spiritual mencapai kesatuan yang utuh dalam rangka mencapai tujuan mulia, pencapaian derajat yang tinggi dihadapan Allah Swt. Pada dasarnya ilmu saja tidak cukup untuk mengantarkan manusia menjadi makhluk yang berperadaban tinggi dan mempunyai deraat tertinggi dihadapan Allah Swt. Maka dalam ayat tersebut secara eksplisit dapat dipahami bahwa untuk mencapai derajat tinggi dibutuhkan dua komponen yaitu ilmu pengetahuan dan kedalaman keimanan seseorang. Jika kedua komponen ini sudah ada dalam jiwa seseorang maka sangat dimungkinkan derajatnya akan dimuliakan Allah Swt. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kunci kemajuan suatu bangsa atau daerah. Bangsa yang memiliki kualitas pendidikan rendah akan terpuruk dan tertinggal, Begitu pula dengan daerah yang memiliki kualitas dan mutu pendidikan yang rendah secara otomatis akan tertinggal dari daerah-daerah yang memiliki kualitas pendidikan yang lebih maju. Tingkat pendidikan merupakan salah satu kualitas modal manusia. Salah satu faktor yang menentukan terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas adalah faktor pendidikan, oleh karena itu masalah pendidikan harus mendapat perhatian serius karena menyangkut masa depan bangsa. 

Dalam perkembangannya terdapat permasalahan yang menghambat tingkat pendidikan di Indonesia di antaranya adalah masalah kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan merupakan akibat dari praktek kebijakan ekonomi yang tidak sesuai dengan asas keseimbangan dengan kata lain teori ekonomi sejauh ini masih belum mampu secara optimum memecahkan masalah kemiskinan dan ketertinggalan. 

Salah satu solusi pengentas kemiskinan adalah instrument zakat. Zakat merupakan salah satu dari lima nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi umumnya. Tujuan zakat tidak hanya sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan (Hafidhuddin, 2002). Zakat adalah i’badah maliyah ijtima’iyah artinya ibadah dibidang harta yang memiliki posisi dan kedudukan yang sangat penting dan strategis dalam membangun kesejahteraan dan meningkatkan kegiatan umat. Ini tentu saja jika pengambilan dan pendistribusiannya dioptimalkan sesuai dengan ketentuan syariah oleh badan atau lembaga amil zakat yang kuat, amanah, transparan dan potensial ((Yusuf, 2004)). 
Zakat sebagai ibadah bersifat maliya ijtima’iyyah harus dikelola dengan cara yang professional karena pengelolaan yang professional akan meningkatkan peluang membaiknya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Apalagi zakat memiliki fungsi dan peranan mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan ketidakadilan sosial sehingga dapat meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat dengan cara menerima atau mengambil harta atau barang zakat dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki. 
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat disusul dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Undang –undang ini dibuat untuk mengoptimalkan pendistribusian zakat yang bertujuan untuk pemerataan ekonomi dan pembangunan umat (Saifuddin, 2013:2). Pendistribusian zakat merupakan kegiatan penyaluran zakat yang bersifat konsumtif dan harus segera disalurkan kepada mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja yang tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.  
Dalam pengelolaan zakat ini ada sebuah lembaga yang mendistribusikan dana zakat yang disebut dengan Badan Amil Zakat Nasional. Di Kabupaten Tanah Datar sendiri telah di bentuk Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Tanah Datar oleh pemerintah Kabupaten Tanah Datar melalui SK Bupati dan berkedudukan di ibu kota kabupaten. Sejak berdiri tahun 1999 BAZNAS Kabupaten Tanah Datar telah melalui beberapa periode kepengurusan. Pada awalnya lembaga ini disebut BAZIS Kemudian berubah nama menjadi BAZ sampai akhirnya disebut BAZNAS sejak tahun 2011.  
Dalam mengelola dana zakat Baznas Kabupaten Tanah Datar distribusikan dalam lima bentuk program sesuai dengan rencana program yang disusun dan disepakati. Kelima program tersebut ialah program ekonomi, pendidikan, dakwah dan advokasi, kemanusiaan, dan kesehatan. Program-program ini disinkronisasikan dengan kebutuhan, keadaan masyarakat serta program pemerintah Daerah yang tujuannya adalah meringankan beban kerja pemerintah Daerah, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui program-program yang ada di BAZNAS Kabupaten Tanah Datar. 
Dari uraian diatas maka dalam pembahasan artikel ini penulis akan membahas tentang “Bagaimana Model Pengembangan Peningkatan Program Pendidikan Islam melalui Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Tanah Datar” 

B. Metode 
Penelitian ini termasuk kepada jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu metode masalah yang memandu peneliti untuk mengekplorasi dan atau memotret situasi yang akan diteliti secara menyeluru, luas dan mendalam. Metode penelitian kualitatif yaitu salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dn holistic. 
Selain itu penelitian juga merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang sumber data yang didapatkan melalui literasi berupa buku-buku, jurnal artikel dan tulisan lainnya yang menyangkut tentang lembaga dan pokok bahasan dalam penulisan ini. Sedangkan untuk sumber data primer diperoleh langsung di obyek penulisan dengan metode wawancara mendalam in-dept interview. Untuk data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti misalnya harus melalui orang lain atau mencari melalui dokumen. 

C. Pembahasan dan Hasil 
1. Konsep Zakat dan Fungsi Sosial 
Zakat berasal dari kata zaka  yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh dan berkembang (Hafidhuddin, 2002). Secara bahasa (lughat)  zakat berarti berkah, tumbuh berkembang (al-namaa), bertambah atau dapat diartikan membersihkan atau mensucikan. Dinamakan demikian karena zakat merupakan proses memperbaiki dan membersihkan diri dari apa yang didapatkan (Wibowo, 1996)
Sedangkan secara syara’ mengandung arti menyerahkan sebagian harta kepada yang berhak (mustahiqq) dengan syarat-syarat tertentu (Hakim, 2015). Maka ditentukan bahwa orang yang memiliki harta yang telah mencapai niṣab (jumlah tertentu + 94 gram emas) dan ḥaul (masa kepemilikan satu tahun penuh), maka diwajibkan atasnya untuk memberikan dalam kadar tertentu (2,5% s.d 20%) kepada orang yang berhak (mustahiqq). Adapun mustahiqq zakat terdiri dari delapan golongan atau aṣnaf, sebagaimana firman Allah Swt sebagai berikut:
 اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Artinya: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (Q.S At-Taubah:60).

Fungsi utama zakat dalam konteks sosial (ijtimā’iyyah), menurut Marcel Boisard, seorang muslim Prancis, adalah berbagi dengan sesama umat atas kekayaan umum yang dilimpahkan Allah, yang dengannya solidaritas dan persaudaraan akan tumbuh subur (Marsel A. Boisard, 1981). Selain itu zakat juga dimaksudkan muntuk mencegah penimbunan (hoarding) harta. Roger Garaudy, seorang muslim Barat, menjelaskan bahwa kewajiban zakat yang ditetapkan setiap tahun adalah untuk menjamin agar tidak terjadinya penumpukan harta pada pihak-pihak tertentu. Jika sistem ini diberlakukan, maka tidak akan ada anggota masyarakat yang hidup sebagai parasit bagi orang lain, terlebih hidup dengan membahayakan orang lain, seperti mencuri dan merampok (Garaudy, 1986).
Pada intinya zakat diharapkan menjadi investasi produktif. Produktivitas itu tidak hanya bermakna pahala bagi pelaksananya (muzakkī), tetapi juga berarti bahwa harta yang diserahkannya sebagai harta zakat itu akan terus berkembang di pasar dan berguna bagi pemberdayaan umat (mustahiqq). 

Islam mengajarkan bahwa harta benda itu bukan tujuan dalam hidup ini, akan tetapi hanya alat semata untu mempertukarkan manfaat dan saling memenuhi keperluan, yang dipergunakan untuk mencapai keadilan sosial yang dicita-citakan Islam (Salamah, 1987). 
Menurut Abd. Al-Rahim bin Salamah, di samping membersihkan jiwa dan harta benda, juga merupakan alat pemerataan yang ampuh dari harta benda dalam masyarakat. Zakatlah yang menjadikan negara-negara Islam dahulu kaya dan makmur, yang tidak mengenal kemiskinan dan penderitaan.  Dalam hubungan ini zakat adalah suatu kerangka teoritis untuk mendirikan keadilan sosial dalam masyarakat Islam. Zakat bertujuan membersihkan jiwa manusia dari kotoran, kebakhilan dan ketamakan, serta untuk memnuhi kebutuhan mereka yang fakir, miskin dan diselubungi penderitaan. Zakat juga digunakan untuk memerangi inflasi dan memperkecil jurang bahkan berusaha untuk menghilangkan statifikasi sosial (Al-Tawati, 1986)
Kuntowijoyo juga sepakat dengan pandangan tentang zakat juga sebagai instrument pemerataan, karena zakat sangat potensial mencegah tertumpuknya modal, sehingga tidak akan lahir monopoli (Kuntowijoyo, 1997).

Baginya zakat berpusat pada keimanan, tetapi ujungnya adalah menciptakan terwujudnya kesejahteraan sosial.  Hal ini sangat diyakini oleh M. Sabri AM, seorang ahli ekonomi Islam, bahwa zakat juga berfungsi sebagai salah satu instrumen kebijakan ekonomi (fiskal) untuk mengkonter kondisi ekonomi (counter-cyclical policy) yang tidak menguntungkan counter-cyclical policy atau sebagai penstabilisasi ekonomi (economic stabilizer).

 Menurut M. Abdul Manan, zakat merupakan ciri dari sistem ekonomi Islam yang mengajarkan tentang prinsip-prinsip: keberhambaan (ta’abudiyyah), pemerataan, keadilan sosial, kesejahteraan umum, produktivitas ekonomi dan kedermawanan.  

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa zakat adalah pemberdayaan sosial. Hal ini diantaranya dapat dilakukan dengan memanfaatkan zakat sebagai sumber pembiayaan pendidikan.

2. Peranan Zakat Dalam Mengembangkan Pendidikan
Zakat untuk pendidikan sebetulnya telah lama berjalan di masyarakat terlebih dengan munculnya beberapa lembaga pengelola zakat yang kreatif, amanah dan professional di Indonesia. Peran serta zakat yang murni bersumber dari kalangan grass root untuk membiayai pendidikan sangat mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Maraknya pertumbuhan lembaga pengelola zakat serta semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat merupakan sebuah kabar gembira tak terkecuali bagi dunia pendidikan. Dengan semakin banyaknya perolehan dana zakat oleh lembaga pengelola zakat, semakin tinggi pula dana yang bisa dialokasikan untuk sektor tersebut.

Zakat untuk pendidikan sebetulnya telah lama berjalan di masyarakat terlebih dengan munculnya beberapa lembaga pengelola zakat yang kreatif, amanah dan professional di Indonesia. Peran serta zakat yang murni bersumber dari kalangan grass root untuk membiayai pendidikan sangat mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Maraknya pertumbuhan lembaga pengelola zakat serta semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat merupakan sebuah kabar gembira tak terkecuali bagi dunia pendidikan. Dengan semakin banyaknya perolehan dana zakat oleh lembaga pengelola zakat, semakin tinggi pula dana yang bisa dialokasikan untuk sektor tersebut.
Zakat untuk pendidikan sebetulnya telah lama berjalan di masyarakat terlebih dengan munculnya beberapa lembaga pengelola zakat yang kreatif, amanah dan professional di Indonesia. 

Peran serta zakat yang murni bersumber dari kalangan grass root untuk membiayai pendidikan sangat mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Maraknya pertumbuhan lembaga pengelola zakat serta semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat merupakan sebuah kabar gembira tak terkecuali bagi dunia pendidikan. Dengan semakin banyaknya perolehan dana zakat oleh lembaga pengelola zakat, semakin tinggi pula dana yang bisa dialokasikan untuk sektor tersebut.

Fenomena di atas keprihatinan sekaligus kepedulian masyarakat terhadap pendidikan haruslah disikapi dengan tangan terbuka dan kooperatif oleh pemerintah. Sikap ini berupa upaya timbal balik pemerintah yang diwujudkan dengan keseriusan pemerintah dalam memerhatikan perzakatan di Indonesia. Dalam hal institusi, itikad baik.

 Pemerintah memang telah ditunjukkan dengan menyatunya raksasa lembaga pengelola zakat pemerintah (BAZNAS) dengan raksasa lembaga pengelola zakat swasta (Dompet Dhuafa) hampir setahun yang lalu. Tapi dalam tataran payung hukum, yakni Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat di Indonesia belum memberikan perubahan yang signifikan dalam menaikkan jumlah wajib zakat: (**)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama