27 Juli 1996 - 27 Juli 2016 dan Babi Panggang Karo


Q Beritakan- Bernando Sinaga _ 20 tahun sudah. Masa waktu itu saya baru tamat SD dan belum melek politik. Yang sering saya dengar di radio kala itu adalah Butrosbutros Gali, sekjen PBB. Waktu saya ketik Butrosbutros, alternative word yang muncul di HP ini salah satunya adalah direshuffle.

Benarkah ada reshuffle kabinet hari ini?

Kenapa hari ini?
Kalau iya, lalu simbol politis apa yang ingin dicuatkan oleh Jokowi Sang Presiden yang saya adalah salah seorang dari jutaaan relawannya pada masa kampanye dulu?

27 Juli 1996 adalah masa di mana perlawanan terhadap penguasa oleh PDI mendapat respon dari penguasa, Suharto. Orang-orang seperti Budiman Sudjatmiko dikejar-kejar. Bahkan menurut kabar, ada yang hingga kini belum kembali tanpa kabar berita. Megawati setelahnya diinterogasi di Gedung Bundar. Jokowi mungkin masih sibuk ngurus meubel. Kenapa hari ini, yang otomatis tanggal keramat ini mengingatkan kita pada peristiwa 20 tahun lalu, sekalipun hanya dari membaca buku yang covernya bergambar jejak tapak serdadu?

Saya kadang berpikir soal Hasrat Sang Ibu untuk menandai hari ini sebagai hari penting. Tapi mengapa begitu vulgar? Kenapa tidak pada tanggal 30 September sekalian? Kenapa tidak disamarkan?

Saya sejatinya tidak yakin proses revitalisasi trisakti itu bisa dilaksanakan dalam waktu singkat 5 tahun. Masalah agraria, kultur birokrasi, akses civil society pada sumberdaya vital melalui negara, tantangan kedaulatan negara setelah begitu ramah selama lebih kurang 42 tahun, dan sebagainya dan seterusnya.

Saya kira itu butuh 20 tahun sejak 2014. Lalu akankah ini harus dimaknai sebagai titik tengah revolusi sejak 27 Juli 1996? Saya tidak tahu.

Keanehan juga terjadi pada rakyat berserakan. Deli Serdang sekalipun bukan Medan, coba digoyang. Tak tanggung-tanggung, BPK yang fenomenal diusik. Popularitas BPK yang mengIndonesia disentil dengan dua kemungkinan. Makin laris atau makin mahal, saya sadar kata penghubung yang tepat bukan "atau" melainkan "dan". Tapi ini untuk menyamarkan saja. Karena ada banyak penyamaran di republik ini.

Rakyat pecinta BPK, bahkan yang tak bisa menikmati, ribut di media sosial. Ini bisa dipandang sebagai kelucuan, juga sebagai ancaman. Ancaman tentunya bila penikmat face to face dengan pengusik. Soal pengusik, kita tak perlu bingung mendudukkan siapa pengusik sebenarnya. BPK nya atau anunya. Itu nggak penting, karena aspek kelucuannya yang paling penting. Apa itu? Babi bikin manusia ribut. Terlepas soal dipanggang, disaksang, atau diapakan, yang pasti Babi bikin ribut.

Sebenarnya apa yang salah dengan Babi? Di negeri ini sejak ia dilahirkan hingga mati selalu dihujat. Bila tidak langsung mengarah padanya, maka nama speciesnya sering digunakan untuk kutukan. Hanya segelintir orang yang sabar mengasihinya dan menafkahinya. Betapa mulianya orang-orang yang segelintir itu. Terlepas motivasinya apa, prakteknya adalah mengasihi yang selama ini dihujat dan selama ini menjadi alat hujatan. Bila Babi pun dikasihinya, apalagi sesama speciesnya, bukan?

Intinya adalah, isu reshuffle sama kencang dengan isu Babi. Itu di beranda facebook saya. Biarlah Jokowi menjadi Presiden Bijak dan Batak menjadi Bangso na Bijak pula. Sehingga reshuffle dan BPK menjadi penguat dan pemersatu revitalisasi Trisakti.  Merdeka!!!

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama