MUDIK


Pagi-pagi sudah hujan. Dan sepertinya bukan cuma di tempatku. Lihat status teman-teman di medsos juga pada bilang hujan. Itulah salah satu enaknya punya medsos, bahkan untuk tahu di tempat lain hujan apa tidak  kita tinggal mengecek status teman-teman.

Seharusnya hari ini aku berkelana di perkebunan atau di hutan untuk membuat trek lari yang akan dipakai lusa. Karena hujan ini aku tertahan di rumah. Memandangi hujan dari balik jendela. Suaranya indah. Tapi hujan di pagi hari suka bikin perasaan jadi melow..khayalan terbang kemana mana.

Ctriing!!

Itu suara notifikasi percakapan pribadi di bbm.

"Jangan bengong aja"
"kok tau aku lagi bengong?"
"kamu kan suka bengong di balik jendela sambil mandangi hujan pagi"
"kok tau disini hujan?"
"liat status medsos"

Aku nyengir. Sama kan?..Mantau sikon tinggal lihat status di medsos.

"Mudik nggak lebaran ini?"
"Belum tahu..kenapa nggak tunggu aja saat nanti aku buat status mudik atau nggak?"
"Kelamaan!.."
"Hehe.."
"Mudiklaah..sudah lama kan gak mudik. Sekalian nanti kita reuni kecil"

Ini nih pertanyaan yang paling sering diajukan menjelang Idul Fitri. Mudik nggak?

Dan aku seringkali bingung menjawabnya.

Aku sendiri kadang heran. Kenapa aku kehilangan minat untuk mudik. Kalau ku bilang aku nggak merindukan suasana kampungku lagi kok rasanya jahat amat ya. Sedih amat kampungku nggak dirindui lagi. Apa nggak cinta lagi?

Hmmm..

Bukan nggak cinta lagi. Aku tetap cinta kampung halamanku, tempatku dilahirkan, bertumbuh kembang, mengenyam pendidikan, menghabiskan masa remajaku dan tempat hampir seluruh keluarga besarku tinggal. Ada banyak kisah dan kenangan disana. Dan disana pula tertanam jasad ayah dan ibuku.

Lalu kenapa malas mudik?

Entahlah..

Sudah lebih dari empat kali lebaran aku nggak mudik. Tepatnya setelah ayah ibuku tiada. Dulu waktu masih ada ibu aku masih menyempatkan diri untuk pulang. Menerobos arus mudik yang penuh perjuangan kulakoni. Tapi sejak Ibu juga akhirnya menyusul ayah berpulang ke Rahmatullah rasanya enggan sekali untuk mudik.

Walau kadang teman-teman sengaja posting kegembiraan berkumpul di kampung halaman aku tetap tidak bergeming. Aku juga punya kegembiraan ku sendiri berlebaran di tanah rantau.

Aku mencoba membayangkan..kampung halamanku, sanak saudara, teman-temanku, tetangga-tetangga..jalan-jalan yang seringkali kulalui setiap lari pagi, udaranya yang sejuk, kegagahan gunung Tanggamus yang menjadi background hamparan sawah menghijau di belakang rumah.

Menggambarkan lagi sosok sekolah SMA ku yang terletak di kaki bukit, jalan setapak menuju perkebunan sambil mengira-ngira apakah akan menyenangkan bersepeda disana. Membayangkan kegiatan apa saja yang bisa kuhabiskan untuk mengisi waktu disana selain bersilaturahmi.

Lalu bayanganku terbentur pada sebuah rumah tua yang dingin, kosong dan hampa. Dan hatiku bergetar. Itu rumah kesayanganku. Tempat terhangat dan tujuan paling menyenangkan untuk pulang. 
Rumah yang dulu selalu kurindukan setiap kali aku berkelana kemana-mana.

Tapi kenapa kali ini aku takut terluka mengingatnya? Apakah itu tanda bahwa aku tak pernah merelakan kepergian ayah dan ibuku? Padahal aku bisa bersikeras bahwa aku sudah mengikhlaskan kepergian mereka... Lalu kenapa dengan rasa  takut luka ini?  Apa yang kutakutkan untuk berada disana?

Apa aku takut disergap berjuta kenangan manis di rumah itu? Apa aku justru khawatir terjebak pada ketidak-relaan kehilangan dua penghuni utamanya? Atau aku tak ingin tersadar bahwa ada luka yang tak kunjung sembuh karena kehilangan orangtua-ku??

Ctriinggg!!

"Pulanglah..jangan jadi bang toyib"
"Hahahaa.."
"Jangan ketawa sementara hatimu menangis dan airmata mengalir di pipimu"
"Kok taaauu"
"Aku tahu"
"Huh..sok tahu!"
"Pulang ya...paling tidak dengan begitu kamu jadi tahu apakah hatimu masih akan terluka atau tidak jika sudah berada disana"
"Kok kamu tau sih apa yang kupikirkan"
"Ya tau lah...setiap tahun menjelang Idul Fitri kita selalu bahas ini...membahas tentang keengganan mu untuk pulang"
"Hmmm..."
"Jangan ham hem ham hemm"
"Masa gak boleh"
"Pokoknya pulang yaaa..."
"Nanti aku pikirkan lagi"
"Kelamaaaaaannn!! keburu tiket mahal"
"Besok deh..besok aku putuskan"
"Aah..tahun-tahun kemarin juga begitu..kelamaan mikir tahu-tahu lebaran sudah lewat"
"Terserah aku donk..weee :-p "

Dia membalas dengan emotikon marah. Dan kuabaikan saja, tidak kubalas lagi.
Kubuka aplikasi pembelian tiket pesawat dan mulai merencanakan perjalanan. Aku ingin pulang. Benar, setidaknya aku jadi tahu apakah hatiku akan terluka lagi jika sudah benar-benar berada disana. Dan tiba-tiba ada sejumput haru dalam rindu.
#amimustafa

3 Komentar

  1. Mudik sudah menjadi tradisi, saat mudiklah kita bisa berkumpul dengan sanak saudar jauh. Terkumpulkan dihari raya itu, dihari lainnya belum tentu bisa bertemu. Ah kelamaan mikir, aku cukup mudik lewat medsos saja.
    Kampung halamannya mirip dengan kampung halamanku. Terasa masih ndesonya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. medsos mudik angkutannya kuota ya kang,heehe

      Hapus
  2. pulanglah jangan jadi bang toyib! wkwkwk

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama