MENUNGGU LIAR


Ternyata Ia belum mati..berdenyut liar di bawah sana, menunggu lengah mereka. Menyeringai licik seraya bergerak perlahan dan menghimpun kekuatan. Membiarkan orang-orang itu membusungkan dada dengan bangga dan berkata kalau mereka sudah terbebas. Dan membawa pulang tubuh letih mereka yang seharian tanpa henti membantu pemadaman.

"kenapa tak kau sudahi saja semua ini?" saudaranya si biru lembut dan bersahabat pernah menanyakan perihal kegigihannya bertahan.

"Ini di luar kendali ku..mereka yang memulai menugaskan aku menciptakan petaka ini" tukasnya

"di dukung oleh dosa-dosa sebagian dari mereka sendiri aku bisa bertahan meski untuk sementara bersembunyi dulu di sini".

"Lalu akan sampai kapan?"

"Nanti..sampai nanti jika langit menangis membasahi lahan-lahan gambut itu dan menenangkan jiwaku" jawabnya ketus.

"Aku heran, bagaimana kau bisa bertahan seperti itu?" si biru lembut bertanya lagi. Si Merah mendengus.
"Kau tahu, kedalaman lapisan gambut  di area ini bisa mencapai 10--20m, aku masih dapat bersembunyi  sampai di kedalaman 5 meter, meskipun di permukaan tanah terlihat sudah tidak ada, tapi aku bisa tetap menjalar di bawah tanah dan nanti akan muncul lagi ke permukaan".

"Bagaimana kau bisa setega itu?" pekik si biru

"Aku?? Tega???" si merah meraung marah.

"Dengar ya saudaraku, Berhentilah menyalahkan ku. Aku sama saja sepertimu. Mulanya aku juga teman mereka, aku hanya membantu mereka. Tapi merekalah yang akhirnya membuatku jadi musuh mereka"

Si Biru terdiam. Benar yang dikatakan saudaranya, si Merah. Mereka bersahabat ketika kecil tapi jika besar dan tak terkendali, mereka bisa menjadi musuh.

Ketika musibah tahunan kabut asap yang terjadi di Riau berulang dan korban berjatuhan, mereka lah yang disalahkan dan dimaki. Dikejar, dihalau dan disemprot. Sampai mereka kucar-kacir, sebagian padam dan beberapa sembunyi di kedalaman lahan gambut, lalu  kembali menyala, menjalar dan membakar tanah gambut yang sengaja dikeringkan oleh manusia itu sendiri demi memuaskan kerakusan mereka membuka lahan dan merusak ekosistem. Lalu menghasilkan kabut asap yang membuat heboh negara ini. Tidak hanya negara ini tapi juga negara tetangga yang terkena dampak kabut asap.

Langit Riau tertutup. Penyakit ISPA menelan puluhan ribu jiwa. Maskapai penerbangan tidak beroperasi. Jarak pandang terbatas. Sekolah -sekolah terpaksa diliburkan. Belum lagi banyaknya kegiatan ekonomi masyarakat yang terhambat.

Orang-orang diturunkan ke lahan yang terbakar untuk membantu pemadaman. Tapi saudaraku yang sudah bertebaran menempati banyak titik tak semudah itu dihabisi. Mereka butuh menggali dan memadamkan saudara-saudaraku dengan menyemprotkan air di kedalaman sampai 5 meter. Dan itu sungguh tidak mudah. Selain butuh alat dan air dalam jumlah banyak juga butuh tenaga yang tidak sedikit.

Pun jika manusia-manusia itu melakukan pemadaman dengan mengalirkan air agar membasahi lahan gambut itu sungguh sulit jika lahan tersebut tidak dekat dengan aliran sungai yang memiliki debit air yang besar.

Akhirnya kabut asap yang ditimbulkan oleh gerakan bawah tanahnya saudara-saudaraku  Sang Jago Merah bertahan hingga berbulan-bulan. Dan orang-orang memaki kami sebagai biang keladi. Mereka berandai-andai punya avatar pengendali api atau pengendali air agar bisa menurunkan hujan lokal sederas-derasnya agar api di dalam lahan gambut mereka benar-benar habis padam.

Jika panas tidak selama dan seterik sekarang, jika lahan-lahan gambut itu tidak dikeringkan, jika manusia tidak serakah mencari jalan mudah dengan membakar lahan, jika saja musim penghujan segera tiba mungkin derita kabut asap di langit Riau tak akan sebegitu lama. Dan saudara ku si jago merah akan berhenti membuat asap dimana-mana.

Malam merambat gelisah. Sisa-sisa pembakaran masih mengepul dimana-mana. Menutup langit, bahkan embun malam tak leluasa menitik ke bumi terhalang asap yang membentangi alam. Di sebuah lahan gambut yang siang tadi ramai didatangi sukarelawan pengendali kebakaran, setitik cahaya perlahan merambat liar, menari bersama angin malam. Mendesah, meliuk dengan seksi menjulurkan lidahnya menelusuri sekujur tubuh alam, dan lalu bayang putih membumbung tinggi ke udara..kabut asap....

1 Komentar

  1. untungnya saya mah bukan lagi masuk kategori orang liar, jadi menunggunya pun tidak liar, tapi nyelow dan nyantey saja kaya di pantey

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama