MAKAN SIANG TERAHIR

Ahiok makan dengan lahap lempah kuneng yang dimasak Amma-nya. Ini menu langka. Jarang sekali Amma bisa menyajikan menu sehebat ini. Lempah kuneng ikan mayong, rebus pucuk ubi dan rusip. Rusip adalah olahan ikan teri yang sudah difermentasi. Biasanya disajikan mentah dengan irisan bawang merah dan cabe rawit. Dicocol dengan rebusan daun singkong dan dimakan saat lapar dan lelah sehabis bekerja di tambang, hmmm...benar-benar nikmat.

"Ma, nek agik (:mau lagi) kuah lempah ni ma..nyamen (enak) wo masakan amma ni" pujinya sambil menghirup kuah lempah kunengnya. Sambil menyeka keringat yang membasahi dahinya.

"Lah jadilah, yok. Appa ka lom kebagian" Amma menolak menambah isi mangkuk Ahiok. Karena memang masakan yang dibuatnya tidak banyak. Butuh ketegasan baginya agar bisa memastikan seluruh anggota keluarga kebagian jatah makan yang memang minim.

"Aoklah pun (Baiklah). Appa lom pulang e? lame ge appa ni"

Biasanya appa-nya pergi ke kolong (lubang besar tambang timah)  bersama dengannya mencari timah. Tapi hari ini adalah hari jumat jadwal Nam Lie, ayah Ahiok menyetor timah ke gudang Babah Asiung. Itulah sebabnya Thaiji Awe bisa memasak menu luar biasa hari ini.

"Tadik appa ka la pulang, sudeh mawak (:membawa) laok buat dimasak die pergi lagi ke rumah Babah Asiung" jelas Amma-nya.

Sebenarnya Thaiji Awe sudah mulai gelisah mengingat suaminya pergi sudah cukup lama. Apa kiranya keperluan Babah Asiung memanggil suaminya. Thaiji Awe sebenarnya kurang suka suaminya bergaul dengan Babah Asiung diluar urusan jual beli timah. Karena selentingan kabar didengarnya kalau Babah Asiung sering membantu perjuangan Laskar Bangso Kawa melawan penjajah.

Mereka hanya rakyat kecil yang lemah. Cukuplah baginya suaminya mengurus perut keluarga saja. Dia ngeri membayangkan kekejaman tentara-tentara Belanda itu terhadap orang yang mereka curigai membantu Laskar Bangso Kawa.

"Assalamualaikum..." terdengar suara lembut yang terkesan ketakutan dari luar

"Thaijii...Assalamualaikuum.."

"Yaaa..Waalaikumsalam.." dibukakannya pintu dan dilihatnya Amnah, kembang desa anak Pak Ustad Majid datang tergesa-gesa dengan wajah pucat pasi.

"Amnah..ade ape?? masuklah"

Amnah bergegas masuk dan langsung menutup pintu kembali. Ahiok melongokkan kepala ke ruang tamu.

"Waalaikumsalam Amnah.." dia menjawab salam sambil mencuci tangan menyudahi makan siangnya. Lalu beranjak ke ruang depan. Tapi Amnah mengajaknya dan Amma kembali ke ruang makan dengan ketakutan.

"Ade ape, Amnah?" tanyanya heran melihat wajah Amnah yang ketakutan. "Ka la macem nengok (melihat) mawang (hantu) bai"

"Thaiji..Ahiok..aku baru saja dengar dari bapakku kalau Babah Asiung dibawa orang-orang Belanda. Rumah mereka direbut. Babah Asiung, keluarganya, para pekerjanya ditangkap. Dan termasuk juga Appa ka, Ahiok"

Bagai disambar petir di siang bolong Ahiok terkejut setengah mati. Kenapa Appa-nya ikut ditangkap? Apa karena kebetulan sedang berada disana saat kejadian penangkapan Babah Asiung? Ah sial sekali Appa.

"Ape kisaah...ngapa ko Nam ditangkap? " Thaiji Awe langsung teriak histeri. "Ahioook...cemane ni...cemane appa ka..ahioookk"

Amnah dan Ahiok buru-buru menenangkannya. Mereka khawatir teriakan Thaiji Awe mengundang keributan dan memancing kedatangan orang-orang ke rumah mereka.

"Bapakku bilang kalau appa ka terlibat kek orang-orang Laskar Bangso Kawa. Selame ni appa ka bantu mereka jadi kurir.." jelas Amnah.

"Dari mane Atok Majid tau? Selame ni appa ku dak suah ( :tak pernah) kemana lah selaen ke kolong" bantah Ahiok. "Paling-paling gi pasar atau setor timah ke gudang Babah Asiung"

Sebenarnya beberapa kali ada juga Appa pergi menyebrang ke pulau Bangka bersama Babah Asiung untuk membeli alat menambang yang rusak. Tapi untuk menjadi kurir rasanya tidak mungkin. Appa adalah lelaki yang tidak banyak bergaul dan pendiam. Dia selalu fokus bekerja sebagai kuli timah dan jarang bertemu dengan orang-orang apalagi berkumpul-kumpul. Tubuhnya yang kecil ringkih hitam terbakar matahari dan wajahnya yang terlihat lemah terasa jauh sekali dari figur seorang pejuang.

"Ku dak tau kisah" tukas Amnah. "Pokok e kate bapak cepatlah ikak (:kamu/kalian) berkemas. Datanglah ke rumah kami. Bawa bekal secukup e bai"

Setelah itu Amnah bergegas pamit pulang meninggalkan Thaiji Awe dan Ahiok yang masih kebingungan.

Sepeninggal Amnah, mereka segera berkemas dengan sejuta rasa cemas. Tak banyak yang mereka bawa karena sebagai kuli timah hidup mereka terbilang miskin. Lalu mereka pergi menuju rumah Ustad Majid diujung kampung.

Ustad Majid yang sudah menunggu kedatangan mereka duduk bersila di pondok mengaji di belakang rumahnya. Ahiok dan Thaiji Awe segera masuk dan memberi salam. Thaiji Awe bersimpuh di hadapan Ustad Majid. Lelaki ini lah yang dulu menjodohkannya dengan Nam Lie yang saat itu baru menjadi mualaf.

Nam Lie, lelaki dari negeri Tiongkok yang mengadu nasib datang ke Belitong mengandalkan keahliannya mencari bijih timah. Yang mengira tanah Belitong akan mampu merubah nasibnya. Tapi sayangnya, jauh-jauh datang dari seberang dia malah jadi bulan-bulanan tentara Belanda, terjerat hutang pada tauke dan akhirnya diselamatkan oleh Atok Majid. Nam Lie tinggal di pondok mengaji Atok menjadi petugas kebersihan dan membantu pekerjaan-pekerjaan Atok. Atok menyukai Nam Lie yang rajin dan jujur lalu akhirnya menjodohkannya dengan Awwaliyah keponakannya.

"Macam mane kisah ni, Atok..ape hal ko Nam pacak ditangkep? Dimane die kini? macem mane tok nasib kami ne kalau dakde ko Nam ?" Awe mulai meratap.

"Sudahlah, We..jangan ka cari jawab e. Pokoknya sekarang ini, sedikit ka tahu itu lebih baik. Ka turut bai aku." ujar Atok.

"Tapi macam mana nasib appa Ahiok, Atok?"

"Orang-orang Laskar Bangso Kawa akan mencari keberadaannya dan pasti akan berusaha menyelamatkannya." jawab Atok. "kita berdoa saja, semoga Nam selalu dilindungi Allah..begitu juga kita semua"

"Awwaliyah..." Atok Majid menepuk pundaknya "Ka sabarlah. Ini bagian dari resiko perjuangan, suami ka selama ini dipilih ketua Laskar Bangso Kawa mengemban tugas mulia. Identitasnya ternyata diketahui Belanda dan dia sudah jadi target mereka sejak lama." Tak tahan juak rupanya Atok menyimpan rahasia ini lama-lama. Lagipula Awe dan Ahiok perlu juga tahu tentang ini.

Awe dan Ahiok terkejut mendengar penjelasan Atok. Terlebih Awe, selama ini suaminya tak pernah cerita apà pun. Tak nampak gelagat apa pun tentang kegiatan perjuangan Nam Lie.

"Sejak kapan Appa membantu mereka, Atok?" Ahiok yang sedari tadi diam penasaran angkat bicara.
"Sejak Ia diselamatkan ketua Laskar Bangso Kawa dan dinikahkan dengan keponakannya."

Thaiji Awe dan Ahiok sama-sama ternganga. Jadi Atok Majid adalah...

Sesuai rencana tepat dini hari mereka berombongan berangkat ke Sijoek. Ahiok memandangi kampungnya untuk terakhir kali. Samar-samar bibirnya tersenyum teringat makan siangnya kemarin. Makan siang terakhir dalam kedamaian. Mungkin esok lusa ia bahkan tak kan sempat lagi makan siang dengan tenang.

Keesokan harinya, Sabtu, 28 Februari 1942, Jepang melakukan serangan udara terhadap Belitong. Ini menimbulkan kepanikan luar biasa, sekolah ditutup, orang-orang kota bersembunyi ke hutan dan kampung-kampung.

3 Komentar

  1. Pada awal tulisannya terkesan ngabibita kang (bahasa sunda).

    BalasHapus
  2. Untuk menulis dengan seting tahun 1940-1945 tentu memerlukan upaya keras ya mang, perlu referensi faktual yang tentunya tidak mudah untuk dilakukan, salut buat Mang Admin...

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama